NILAI
SEBUAH KASIH SAYANG
By
Kuzweety
Pak
Ahmad duduk di pinggir jalan untuk melepas lelah, siang itu udara di kota
Surabaya terasa panas,terik sinar matahari tak menyurutkan langkahnya justru
sebaliknya semakin membakar semangat Pak Ahmad untuk keliling perumahan mencari
botol-botol plastik. Sebuah gerobak berwarna hijau berukuran lumayan besar dan
bersih, berbeda dengan gerobak pemulung sampah plastik biasanya. Gerobak pak Ahmad
dibagi menjadi dua bagian, bagian depan untuk menyimpan botol-botol plastik dan
bagian belakang dekat kemudi ditata rapi dan bersih untuk tempat istirahat
seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun. Dia adalah Dafa putera Pak Ahmad yang
menderita lumpuh kaki semenjak bayi. Hidup berdua di sebuah rumah petak di
pinggir rel kereta dan tak ada saudara yang bisa merawat puteranya, merupakan
alasan Pak Ahmad untuk senantiasa membawa puteranya kemanapun dia pergi.
“Pak...Dafa haus” gumam Dafa yang
terbangun dari tidurnya
Pak
Ahmad segera bangkit dari istirahatnya, mengambil sebotol air yang ada di tas
dan mengulurkannya pada anaknya. Dengan penuh kasih sayang dibantunya Dafa
untuk duduk dan minum
“Pelan-pelan nak...bagaimana
tidurmu, apa kamu bermimpi indah?”
“Alhamdulillah...air ini terasa
segar sekali, terima kasih Pak. Iya...tadi Dafa mimpi indah sekali, Dafa diajak
Ibu main ke sebuah taman yang penuh bunga warna-warni. Banyak teman, Dafa
bermain bersama mereka sambil berlarian. Dafa bisa jalan pak, Dafa bisa berlari
seperti teman-teman! ” seru Dafa yang penuh semangat menceritakan kembali
mimpinya.
“InsyaAllah...suatu hari kamu bisa
berjalan dan bermain bersama teman-temanmu” ucap Pak Ahmad sambil memeluk erat
anak yang dikasihinya.
“Kalo Dafa terus semangat dan
gembira, Bapak akan belikan hadiah untukmu” ucap Pak Ahmad sambil mengelus
kepala puteranya.
“Benar pak, Dafa mau dibelikan buku
cerita lagi ? wahhh...nanti di toko Pak Ruslan, Dafa mau pilih komik detektif
Conan dan kisah perjuangan sahabat Nabi” ucap Dafa berbinar-binar.
Meski
lumpuh dan tak bisa mengenyam pendidikan, namun Pak Ahmad mengajarkan baca,
tulis dan berhitung pada Dafa. Dia tergolong anak yang cerdas, dan selalu
bersemangat pada hal-hal baru. Dafa suka sekali menggambar, tak jarang disaat
Bapaknya sibuk memungut botol plastik Dafa menggambar apa yang dia lihat di
sekelilingnya. Gambar Dafa bagus, kaya imajinasi dan selalu punya “rasa”
begitulah pendapat Pak Ahmad, dan kalimat itu semakin memacu semangat Dafa
untuk terus menggambar. Jika ada rezeki lebih, Pak Ahmad selalu mengajak Dafa
ke toko buku bekas milik Pak Ruslan tetangganya. Berbagai macam buku dijual
disana dengan harga murah, alhasil Dafa bisa berlama-lama memilih buku yang
disukainya.
“Seminggu lagi kamu berusia 10 tahun
nak, tak hanya buku yang kamu sukai...Bapak akan membelikan pesawat mainan
untukmu”
“Alhamdulillah...yeayyyy Dafa mau
punya pesawat. Ayo pak semangat cari botol plastiknya, Dafa akan terus bantu
do’a supaya Allah memberi rezeki yang banyak buat kita”
“Sipp...anak muslim harus semangat
seperti itu. Sebentar lagi adzan, ayo kita bersiap sholat Jum’at”
Pak
Ahmad kembali menarik gerobaknya menuju masjid Asy Syifa’ yang ada di perumahan
Mutiara Asri. Masjid masih nampak lengang, nampak Ustadz Zakaria sedang berdiri
di depan pintu masuk masjid, memperhatikan anggota ta’mir yang menyiapkan
karpet dan soundsystem.
“Assalamu’alaikum...ustadz Zakaria”
sapa Pak Ahmad
“Wa’alaikumussalam warahmatulloh”
jawab ustadz Zakaria
“Ehh Pak Ahmad, Dafa...apa kabar?
Bagaimana hasil usaha kalian hari ini, banyak kah?”
“Alhamdulillah, sehat ustadz...hari
ini cuaca cerah, jadi kami bisa mengumpulkan lebih banyak botol plastik. Rencananya
minggu depan kami akan menjualnya ke pengepul” jawab Pak Ahmad sambil
menggendong Dafa turun dari gerobak.
“Ustadz...minggu depan usia saya
bertambah, minta do’anya supaya Dafa bisa jalan seperti teman-teman. Bapak juga
akan memberikan hadiah pesawat” ucap Dafa.
“Mohon do’anya ustadz...supaya Dafa
tumbuh jadi anak yang sholih dan mandiri” timpal Pak Ahmad sambil memeluk Dafa
penuh bangga.
“InsyaAllah...saya akan selalu
berdo’a untuk kalian berdua. Wah keren nih, kalo pesawatmu sudah datang, ajak
ustadz untuk keliling dunia ya” canda ustadz Zakaria
“Siapp Dafa akan ajak Bapak dan
ustadz Zakaria ke Mekkah. Hehehe...tapi itu kan cuma pesawat mainan” ucap Dafa
disambut derai tawa Pak Ahmad dan Ustadz Zakaria
“Ayo cepat mandi dan bersiap sholat
jum’at, sebentar lagi jamaah berdatangan”
Bergegas
Pak Ahmad menggendong Dafa ke kamar mandi, dan segera bersiap menunaikan
sholat.
“Pak...Dafa sudah bersih dan rapi,
bolehkah hari ini Dafa yang bertugas mengumandangkan adzan sholat jum’at ?”
pinta Dafa
“Kita ijin dulu pada ustadz Zakaria,
kamu berdo’a ya Nak” jawab Pak Ahmad memberi semangat.
Betapa
gembiranya Dafa siang itu, dia melaksanakan amanah menjadi muadzin dengan penuh
semangat. Dia kumandangkan adzan dengan sepenuh hati, lantunan suaranya begitu
indah seolah memanggil semua kaum muslimin untuk bersegera memenuhi
kewajibannya. Siang itu jamaah yang hadir lebih banyak dari sebelumnya, semua
khusyuk mendengarkan adzan, Pak Ahmad yang duduk di shaf depan, tertunduk
menangis penuh haru dan bangga. Ucap syukur tak henti dalam hatinya, atas
segala kelebihan yang dianugerahkan dibalik kekurangan yang diberikan pada
puteranya.
*******
“Mas Arya bangun...sudah siang. Apa
ga capek tidur terus seharian “ ucap Mbok Darmi
“Hhooamm...Mbok ganggu aja, emang
kenapa? Aku masih ngantuk nih” sahut Arya sambil menguap lebar
“Makanya kalo tidur jangan
malam-malam. Sholatnya selalu kelewatan...siapa yang akan mendo’akan Ibu kalo
Mas Arya berlaku seperti ini terus”
“Udah-udah jangan berisik
terus...buruan buatin sarapan, sebentar lagi aku bangun”
“Sarapannya sudah siap dari tadi,
nasi goreng kesukaan Mas Arya. Sekarang sudah dingin, salah Mas Arya sendiri”
gerutu Mbok Darmi sambil berlalu pergi dari kamar Arya
Arya
seorang remaja usia 17 tahun, hanya tinggal berdua dengan pengasuhnya sejak
kecil. Ibunya meninggal 2 tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat. Kehidupannya
terasa hampa sejak perpisahan kedua orang tuanya, saat itu dia masih kecil
bahkan dia sudah lupa wajah ayahnya. Ibunya bekerja sebagai seorang pramugari
di sebuah maskapai penerbangan asing, alhasil kuantitas pertemuan Ibu dan anak
ini minim, hanya Mbok Darmi yang selalu setia melayaninya, beliau sudah
mengabdi pada Ibunya sejak Arya masih bayi.
Hal tersebut mengakibatkan Arya tumbuh sebagai
anak yang cuek, dan waktu luangnya lebih banyak dia habiskan bersama
teman-teman gank-nya. Dia aktif di band indie,
berdandan ala punk, semua dia lakukan untuk mengusir kesepian dan berontak pada
keadaan. Dan suatu sore, saat Arya sedang beristirahat sepulang dari manggung
di luar kota, terdengar suara telpon berdering di ruang tengah. Terdengar suara
mbok Darmi yang menerima telpon
“Selamat
sore...benar ini rumah Ibu Riska. Apa? Dimana?....klek” gagang telpon terjatuh
“Mas
Aryaaaa...hiks hiks hiks” tangis mbok Darmi memecah keheningan rumah itu
“Ada
apa mbok? Telpon dari siapa?” tanya Arya sambil memapah mbok Darmi ke kursi
“Ibu
mas...Ibuu...pesawatnya kecelakaan”
Blarrrr...bak
disambar petir, Arya diam terpaku tak mampu berkata apapun. Tangisnya pecah
sambil memeluk erat mbok Darmi. Arya sangat menyayangi ibunya meski dia
terlihat acuh, semua ini dia lakukan sebagai bentuk “protes” pada Tuhan yang
telah memisahkan orang tuanya, dan dia harus jauh dari Ibunya yang sibuk
mencari nafkah untuk keluarga.
Waktu
terus berjalan, Arya semakin frustasi pada keadaan, kesibukannya dengan teman gank indie, semakin menjadi-jadi. Hati yang
rapuh, iman yang lemah, membuatnya tak bisa menerima keadaan, Arya mulai
mengenal miras dan obat-obatan. Mbok Darmi seringkali menangisi keadaannya,
saat Arya pulang dalam keadaan sempoyongan setelah mabuk-mabukan, tak jarang
pagi hari mbok Darmi mendapati Arya tidur tergeletak di halaman karena mabuk
berat dan tak kuat membawa tubuhnya hingga masuk ke dalam rumah.
“Hei Bro...apa rencanamu besok?’tanya
Dodo
“Besok...emang ada apaan? Jawab Arya
dengan acuh
“Jiahhh...Bro Bro, masak lupa, besok
itu Valentine Day. Hari kasih sayang, ingat?”
“Ya...aku tahu, terus kenapa? Apa
bedanya dengan hari-hari lain”
“Yaelahhh...jelas beda Bro. Besok
kita bebas pesta pora, kamu mau cewek? Ayo pilih aja, mau Chika,Poppy, atau
Dena?” cerocos Dodo yang setengah mabuk.
“Ahhh...males banget ama cewek,
ribet” sungut Arya
“Bro...besok itu hari istimewa. Coba
dengerin...pas malming, pas Valday,
banyak cewek, ehh kita dapat hadiah lagi dari Bang Jodi”
“Hadiah apaan?”
“Udah...pokoknya besok kamu ikut
aja, kita pesta sabu Bro...gimana, dahsyat kan? Hahaha”
Arya
keluar dari rumah Dodo, memacu Tiger Hitam kesayangannya menuju rumahnya. Mbok
Darmi menyambut kedatangannya dengan senyum tulus seorang ibu.
“Mas Arya sudah pulang, Mbok sudah
siapkan masakan spesial kesukaanmu. Ayam bakar dan urap-urap, gimana mantap
kan?”
“Hehe...iya mbok, aku lapar banget
nih” jawab Arya sambil nyengir
Keesokan
harinya tepat pukul 7 malam, Dodo datang menjemput Arya. Mereka bersiap untuk
mengadakan pesta Valday malam ini.
“Mas Arya mau kemana lagi? Jangan
pulang terlalu malam ya mas, besok pagi kita kan sudah berencana mau ke makam
Ibumu”
“Ya aku ingat, ntar aku pulang. Aku
pergi dulu ya Mbok” pamit Arya
“Wa’alaikumsalam...hati-hati ya Mas,
jangan mabuk lagi”
Malam
itu di rumah Dodo ramai sekali, ada 10 pasang pemuda dan pemudi yang sudah
menunggu pesta dimulai. Riuh tawa mereka, diiringi dentum suara musik techno,
aroma minuman keras menusuk hidung, semakin malam pesta semakin liar, sabu-sabu
sebagai suguhan utama, tingkah polah pemuda pemudi itu semakin tak karuan.
Pelukan, ciuman, umbar nafsu seperti binatang...sungguh pemandangan yang
mengerikan. Arya sedang mabuk, dalam keramaian itu tiba-tiba dia mendengar
suara Mbok Darmi memanggil untuk segera pulang. Dia teringat janjinya, dan
berjalan sempoyongan mengambil jaket dan helm.
“Arya mau kemana kamu? Ayo kita
pesta sabu dulu !”
Arya
tak mendengar ucapan Dodo, dia memacu Tiger hitamnya kali ini dengan kecepatan
tinggi diluar kesadarannya. Malam ini jalanan begitu sepi, karena keramaian
terpusat di tempat-tempat maksiat. Tiba-tiba di tengah jalan terdengar suara
keras
“Cciiittt....bbruuuaakkkk”
Benturan
keras terjadi, Arya menabrak sebuah gerobak hijau. Arya terpelanting jatuh tak
sadarkan diri, sementara Bapak penarik gerobak itu tergeletak pingsan dengan
beberapa luka yang mengeluarkan darah, dan sejauh 10 meter dari tempat kejadian
seorang anak laki-laki yang tergeletak bersimbah darah, wajahnya nampak
tersenyum sambil memeluk erat pesawat mainannya. Polisi segera datang dan
membawa semua korban ke rumah sakit.
Pak Ahmad berjalan tertatih,
menyeret kakinya yang masih luka, rasa sakit tak dihiraukannya bahkan teriakan
perawat tak diindahkannya. Pak Ahmad terus berjalan menuju ruang ICU, suasana
tampak tegang, dari jauh tampak beberapa perawat dan dokter sibuk melakukan
pertolongan pada seorang anak laki-laki, mereka berusaha keras melakukan
tindakan untuk memacu jantung sang anak. Nafas sang anak nampak
tersengal-sengal, dokter segera memasang
mesin ventilator untuk membantu pernafasannya. Pak Ahmad mendekat, dokterpun
mempersilahkannya.
“Sabar ya Nak, kamu harus
kuat...Bapak ada disini menemanimu. Istighfar Dafa, kita berdo’a sama-sama”
ucap Pak Ahmad sambil menangis dan menggenggam erat jemari anaknya.
Perlahan
Dafa membuka matanya dan menggerakkan jemarinya. Dengan ijin dokter, Pak Ahmad
membuka masker yang menutupi mulut Dafa
“Terima kasih hadiahnya Pak...Dafa
mau main dulu ya, Ibu dan teman-teman sudah menunggu” ucap Dafa menahan sakit
namun tetap tersenyum.
“Pergilah Nak...Bapak ikhlas, semoga
Kau lebih bahagia bersamaNYA”
“Laa ilaa
hailallah...muhammadarosululloh” tuntun Pak Ahmad mengantar kepergian puteranya
Tiga
hari berlalu sejak kecelakaan itu, Pak Ahmad sudah pulih kesehatannya hanya
memar yang masih meninggalkan bekas di tangan dan kakinya. Kumandang adzan
subuh nan syahdu, memanggil setiap jiwa yang masih berselimut untuk segera
bangkit memenuhi panggilan Rabb-nya. Pak Ahmad menunaikan sholat disamping
ranjang pasien, penuh khusyuk tuma’ninah dia melaksanakan sholat. Diatas
ranjang, sepasang mata memperhatikan semua yang dilakukan Pak Ahmad. Selepas
sholat dan berdo’a, didekatinya ranjang tersebut, lalu mengucap salam pada
pasien yang terbaring lemah diatasnya.
“Assalamu’alaikum...bagaimana
kondisimu Nak?”
Arya
hanya membalasnya dengan senyuman, dia mencoba duduk namun tubuhnya yang masih
lemah tak mampu dia gerakkan. Pak Ahmad membantunya untuk duduk.
“Sabar, pelan-pelan saja...tubuhmu
masih lemah”
“Terima kasih...bukankah Bapak yang
saya tabrak malam itu? Bagaimana kondisi anak Bapak yang sedang bermain pesawat
itu?”
“Dafa sudah pergi dengan tenang, dia
sedang bermain dengan teman-temannya” jawab Pak Ahmad dengan tenang
“Aaarrgghhhh...” jerit Arya sambil
menangis hebat
“Maafkan saya...ampuni saya Ya
Allah” Pak Ahmad memeluk erat pemuda itu, berusaha menenangkan hatinya.
Setelah
hatinya tenang dan emosinya stabil, Pak Ahmad mengajaknya jalan-jalan ke taman
dengan kursi roda. Mereka berbincang santai, mereka duduk berhadapan, Arya
mengeluarkan semua pertanyaan yang selama ini membebani hatinya seolah
berbicara dengan ayahnya sendiri, sosok yang selama ini selalu dirindukannya. Arya
minta diajari cara sholat dan mengaji, yang sekian lama telah dia tinggalkan
dan lebih memilih jalan kesesatan.
Tiba-tiba
terdengar seorang wanita memanggil...
“Mas Arya...sudah lama mbok cari, sudah berapa
hari ga pulang ternyata Mas dirawat disini” sapa mbok Darmi dengan wajah penuh
kekhawatiran
“Mbok
Darmi...maafkan aku” mereka berpelukan seperti Ibu dan Anak yang saling
merindukan
“Kenalkan
ini Pak Ahmad...orang yang saya tabrak, dan anaknya meninggal akibat
perbuatanku”
Mbok
Darmi berpaling hendak bersalaman dengan lelaki yang disebut Arya, raut
wajahnya segera berubah, dia kaget luar biasa dengan apa yang dilihatnya, siapa
yang berdiri di hadapannya saat ini.
“Bapak...benarkah apa yang saya
lihat ini? Bapak masih sehat? “ tangis mbok Darmi pecah
“Mbok Darmi...” ucap pak Ahmad,
dipeluknya wanita tua itu dengan erat
Wajah
Arya dipenuhi kebingungan, ada hubungan apa kedua orang di hadapannya ini,
seolah saudara yang lama sekali tak bertemu. Arya hanya diam membisu,
membiarkan kedua orang itu melepas rindu.
Mbok
Darmi tampak tersenyum lega “Mas Arya, apa masih ingat pada Bapak ini?”
Arya
diam sambil menggeleng, mbok Darmi kembali berucap “Ini Bapakmu mas...”
Arya
seolah tak percaya, dia terus memaksa otaknya membuka kenangan masa lalu untuk
mengingat kembali benarkah orang yang ada di hadapannya adalah ayahnya, sosok
yang selama ini selalu dirindukannya, sosok yang selalu berusaha dihapuskan
dari kehidupannya manakala dia menanyakannya pada Ibu.
“Ayah...benarkah apa yang kulihat
ini? Benarkah yang Mbok katakan?”
Pak
Ahmad tak kuasa menahan haru, dipeluknya dengan erat anak sulungnya yang selama
ini terpisah jauh darinya. Ucap syukur pada Allah tak henti keluar dari lisan
Mbok Darmi...orang-orang yang dicintainya kini berkumpul kembali.
Awan
hitam yang dari tadi sudah menggelantung, tak kuat lagi menahan beban, tetesan
air berlomba turun ke bumi memenuhi
perintah Rabb-nya. Pak Ahmad bergegas mendorong kursi roda Arya kembali ke
ruang perawatan, Mbok Darmi mengikuti dari belakang. Sayup terdengar suara
adzan dhuhur mengiringi langkah mereka, menyusup ke dalam hati sebagai
penyampai kabar gembira bagi siapa saja yang ikhlas pada ketetapanNYA, bahagia
adalah balasannya...
******** ********
**Pesan
Moral:
Allah
Maha Pengasih dan Penyayang, keridhoanNYA bisa memenuhi semua harapan. Ajaran
kasih sayangNYA tidak berbatas waktu, tempat, dan kasta. Allah mencintai semua
umatNYA, kasih sayangNYA tiada beda, begitulah yang harus kita amalkan...setiap
hari adalah hari kasih sayang, dengan cara-cara indah yang sudah DIA ajarkan,
jangan ikuti ajaran setan yang menyesatkan.
“We
are moslem...we have no valentine day, because everyday is lovely day” J
Komentar
Posting Komentar