Membaca adalah hal wajib bagi setiap manusia, sebegitu wajibnya sampai wahyu pertama yang Allah turunkan pada Rasulullah adalah perintah membaca. Membaca bisa dalam arti luas, baca buku, baca lingkungan, baca peluang dan baca kondisi. Tetapi tentu saja hal yang paling utama adalah membaca buku, karena buku adalah gudang ilmu dan jendela dunia.
Para ulama zaman dahulu adalah orang-orang yang gila baca. Mereka tak rela jika hari-harinya tak dilewatkan dengan membaca, dengan membaca pula ketajaman berpikir mereka semakin luar biasa. Itu sebabnya, para ulama tersebut pandai pula dalam menulis kitab, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk diwariskan pada generasi mendatang.Termasuk kita sebagai pengguna kitab-kitab hasil karya para ulama tersebut dalam kajian-kajian di majelis atau pesantren.
Berikut beberapa kisah para ulama yang dikutip dari buku Gila Baca ala Ulama, ditulis oleh Ali Bin Muhammad Al-Imran:
1. Ibnul Jauzi
Membaca 200.000 jilid buku.
Saat membahas membaca buku Ibnul Jauzi menceritakan dirinya,”Aku tidak pernah kenyang membaca buku. Jika mendapatkan buku yang belum pernah aku lihat, maka seolah-olah aku mendapatkan harta karun. Aku juga pernah melihat katalog buku-buku wakaf di madrasah An-Nidhamiyyah yang terdiri dari 6000 jilid buku, juga melihat katalog buku Abu Hanifah, Al-Humaidi, Abdul Wahhab bin Nashir dan Abu Muhammad bin Khasysyab. Aku membaca semua buku-buku tersebut. Sampai sekarang aku masih terus mencari ilmu.” Kemudian beliau memaparkan hasil kajian ilmunya dari buku-buku tersebut.
2. Ibnu Taiminyyah
Beliau tetap membaca meski sedang sakit.
Suatu kali Ibnu Qayyim menceritakan tentang kegilaan Ibnu Taimiyyah dalam membaca buku,”Seperti apa yang saya ketahui beliau sering menderita sakit kepala dan demam. Saat sakit beliau menaruh buku di samping kepalanya. Jika tersadar, dia membaca buku itu. Namun jika tidak mampu menguasai dirinya, dia letakkan buku itu. Dokter lalu berkata,’Anda tidak boleh melakukan perbuatan ini, Anda harus membantu diri Anda sendiri supaya cepat sembuh dari sakit’.”
3. Kecintaan Ibnu Duraid pada ilmu dan buku.
Dalam sebuah riwayat Ibnu Duraid berkomentar saat berkumpul bersama sahabat-sahabatnya,”Semua ini adalah tempat rekreasi mata, lalu manakah jatah rekreasi hati kalian?” Kami pun menanyakan hal tersebut,”Wahai Abu Bakr, apa yang dimaksud rekreasi hati?” Beliau menjawab,”Yaitu membaca kitab ‘Uyun Al-akhbar karya Al-Qutbi, Az-Zahrah karya Ibnu Dawud dan Qalaq Al-Musytaq karya Ibnu Abi Thahir.” Kemudian beliau menyenandungkan syair:
"Barangsiapa tamasyanya tertuju pada biduanita, piala dan minuman
Maka tamasya dan isirahat kami adalah menelaah buku dan kitab Al-‘Uyun."
4. Manajemen Waktu Ibnu Aqil
Ibnu Rajab menukil pernyataan Ibnu Aqil mengenai kecintaannya terhadap membaca buku, ”Aku berusaha membatasi seminimal mungkin waktu makanku. Sampai-sampai aku lebih menyukai makan roti kering yang dicelupkan ke dalam air, agar mudah dicerna dan dikunyah daripada harus makan roti biasa. Hal ini kulakukan agar waktu membacaku lebih banyak sehingga bisa menulis ilmu yang belum kuketahui.” Dalam riwayat lain juga dikisahkan bahwa beliau pernah mengatakan,”Tidak selayaknya aku menyia-nyiakan usiaku meski sesaat. Sungguh, pada usia 80 tahun ambisiku terhadap ilmu lebih tinggi daripada saat usia 20 tahun.”
Demikianlah kehebatan para ulama, semoga kisah-kisah mereka di atas bisa menginspirasi kita untuk terus memupuk hobi baca, selain untuk diri sendiri juga untuk anak-anak di rumah.
Para ulama zaman dahulu adalah orang-orang yang gila baca. Mereka tak rela jika hari-harinya tak dilewatkan dengan membaca, dengan membaca pula ketajaman berpikir mereka semakin luar biasa. Itu sebabnya, para ulama tersebut pandai pula dalam menulis kitab, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk diwariskan pada generasi mendatang.Termasuk kita sebagai pengguna kitab-kitab hasil karya para ulama tersebut dalam kajian-kajian di majelis atau pesantren.
Berikut beberapa kisah para ulama yang dikutip dari buku Gila Baca ala Ulama, ditulis oleh Ali Bin Muhammad Al-Imran:
1. Ibnul Jauzi
Membaca 200.000 jilid buku.
Saat membahas membaca buku Ibnul Jauzi menceritakan dirinya,”Aku tidak pernah kenyang membaca buku. Jika mendapatkan buku yang belum pernah aku lihat, maka seolah-olah aku mendapatkan harta karun. Aku juga pernah melihat katalog buku-buku wakaf di madrasah An-Nidhamiyyah yang terdiri dari 6000 jilid buku, juga melihat katalog buku Abu Hanifah, Al-Humaidi, Abdul Wahhab bin Nashir dan Abu Muhammad bin Khasysyab. Aku membaca semua buku-buku tersebut. Sampai sekarang aku masih terus mencari ilmu.” Kemudian beliau memaparkan hasil kajian ilmunya dari buku-buku tersebut.
2. Ibnu Taiminyyah
Beliau tetap membaca meski sedang sakit.
Suatu kali Ibnu Qayyim menceritakan tentang kegilaan Ibnu Taimiyyah dalam membaca buku,”Seperti apa yang saya ketahui beliau sering menderita sakit kepala dan demam. Saat sakit beliau menaruh buku di samping kepalanya. Jika tersadar, dia membaca buku itu. Namun jika tidak mampu menguasai dirinya, dia letakkan buku itu. Dokter lalu berkata,’Anda tidak boleh melakukan perbuatan ini, Anda harus membantu diri Anda sendiri supaya cepat sembuh dari sakit’.”
3. Kecintaan Ibnu Duraid pada ilmu dan buku.
Dalam sebuah riwayat Ibnu Duraid berkomentar saat berkumpul bersama sahabat-sahabatnya,”Semua ini adalah tempat rekreasi mata, lalu manakah jatah rekreasi hati kalian?” Kami pun menanyakan hal tersebut,”Wahai Abu Bakr, apa yang dimaksud rekreasi hati?” Beliau menjawab,”Yaitu membaca kitab ‘Uyun Al-akhbar karya Al-Qutbi, Az-Zahrah karya Ibnu Dawud dan Qalaq Al-Musytaq karya Ibnu Abi Thahir.” Kemudian beliau menyenandungkan syair:
"Barangsiapa tamasyanya tertuju pada biduanita, piala dan minuman
Maka tamasya dan isirahat kami adalah menelaah buku dan kitab Al-‘Uyun."
4. Manajemen Waktu Ibnu Aqil
Ibnu Rajab menukil pernyataan Ibnu Aqil mengenai kecintaannya terhadap membaca buku, ”Aku berusaha membatasi seminimal mungkin waktu makanku. Sampai-sampai aku lebih menyukai makan roti kering yang dicelupkan ke dalam air, agar mudah dicerna dan dikunyah daripada harus makan roti biasa. Hal ini kulakukan agar waktu membacaku lebih banyak sehingga bisa menulis ilmu yang belum kuketahui.” Dalam riwayat lain juga dikisahkan bahwa beliau pernah mengatakan,”Tidak selayaknya aku menyia-nyiakan usiaku meski sesaat. Sungguh, pada usia 80 tahun ambisiku terhadap ilmu lebih tinggi daripada saat usia 20 tahun.”
Demikianlah kehebatan para ulama, semoga kisah-kisah mereka di atas bisa menginspirasi kita untuk terus memupuk hobi baca, selain untuk diri sendiri juga untuk anak-anak di rumah.
Komentar
Posting Komentar