Sumber gambar: Pixabay.com |
Membiasakan anak untuk membantu mengerjakan urusan
domestik di rumah tentu bukanlah hal yang mudah. Misalnya, menyapu,
membersihkan kaca, ngepel lantai, merapikan tempat tidur, merapikan mainannya,
dan lain sebagainya. Apalagi jika di rumah terbiasa ada asisiten rumah tangga,
akan membuat si anak selalu nyaman dilayani. Jika kita sebagai orangtua terbiasa melakukan perintah dengan
kata-kata suruhan apalagi disertai teriakan, maka jangan heran jika anak
bukannya akan segera melaksanakan perintah, malah akan semakin lari dari
tanggung jawab.
Padahal pekerjaan yang harus mereka lakukan cukup
mudah, tetapi jika tidak dibiasakan sejak dini, anak tidak akan trampil dan sulit
untuk mandiri. Banyak orangtua yang mengambil jalan pintas dengan selalu
memberi reward pada anak agar mereka mau mengerjakan perintah si orang tua.
Perlu diingat, melatih anak untuk disiplin atau
melakukan tugas sehari-hari harus diperhatikan tingkatan usianya. Reward memang perlu untuk menambah
semangat kerja si anak tetapi akan berdampak buruk jika terus menerus
dilakukan.
1.
Usia
balita :
Mengajak balita
melatih mengerjakan pekerjaan rumah bukan perkara yang dilarang. Tetapi tentu
harus diperhatikan rambu-rambunya. Misalnya, ajaklah anak untuk merapikan
mainannya bersama ibu
atau ayahnya, sambil diiringi
Anda bernyanyi atau mengajak ia menyanyi
akan membuat si anak gembira dan bersemangat merapikan mainannya. Atau saat si
kecil selesai minum susu dengan dotnya, ajaklah ia untuk menyimpan botol
susunya ditempat yang sudah ditentukan. Berikan pengertian padanya dengan
menyimpan botol susu pada tempatnya akan memudahkan Anda untuk menyiapkannya kembali jika ia minta minum
susu lagi. Jangan lupa ucapkan terima kasih jika ia sudah melakukan apa yang Anda inginkan. Rewardnya,
berikan pelukan dan kecupan untuk si kecil.
2.
Usia
Sekolah Dasar
Memasuki masa
ini anak lebih kritis lagi dalam melakukan segala aktivitasnya, termasuk dalam
penanaman disiplin. Kalimat perintah tidak bisa digunakan untuk anak usia ini,
tetapi berikan contoh sekaligus ajakan untuk melakukan bersama, kemudian
berikan pemahaman mengapa ia harus melakukan kegiatan itu. Misalnya,
membiasakan diri menggosok gigi sehari dua kali setiap harinya, berikan contoh
bahwa ayah
ibunya pun melakukannya
secara rutin, dan berikan penjelasan dampak buruk
jika tidak rajin menggosok gigi. Atau, jika sang ibu
membutuhkan pertolongannya untuk menyapu lantai, merapikan meja belajarnya,
jangan selalu di iming-imingi dengan
hadiah atau upah. Jika terbiasa diberi upah, anak tidak akan terbiasa melakukan
pekerjaan dengan ikhlas, dan ini akan berdampak buruk terhadap perkembangannya
nanti. Berikan reward pujian dan
sentuhan fisik yang menyamankan anak. Reward
seperti itu akan jauh lebih bermakna bagi dirinya.
3.
Usia
Remaja
Fase ini jauh
lebih sulit dibanding fase sebelumnya. Remaja identik dengan sikap semaunya,
sulit diatur dan diberi tahu. Anak remaja memang bukan untuk diatur, tetapi
dibimbing dan diarahkan. Jika si remaja tidak terbiasa dilatih mandiri sejak
kecil, maka bersiaplah para orang tua akan banyak mengalami masalah dengan si
anak. Contoh yang paling mudah dalam urusan belajar di rumah atau di sekolah.
Jika si anak terbiasa diberi reward
dalam urusan belajar atau sekolah maka baginya belajar menjadi suatu beban,
anak pun akan tumbuh menjadi pribadi yang materialistis. Segala sesuatu yang
dia lakukan diukur dengan materi atau uang. Dampak paling buruk, ia akan
semaunya memeras orang tua demi mewujudkan keinginan ayah bundanya.
Komentar
Posting Komentar